Recent Posts

Kamis, 26 Mei 2011

Seberapa Penting RUU Pramuka




KAMIS, 16 SEPTEMBER 2010, 12:04 WIB
Arfi Bambani Amri
VIVAnews - Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertandang ke Afrika Selatan, Korea Selatan dan Jepang mulai Selasa lalu untuk mempelajari gerakan Pramuka. Para anggota Dewan ini adalah bagian dari Panitia Kerja Rancangan Undang-undang Kepramukaan.

Seberapa pentingkah RUU Kepramukaan ini segera diselesaikan?

Sejak Indonesia diproklamasikan, gerakan Pramuka belum pernah memiliki payung undang-undang. Menurut Darmanto Djojodibroto, seorang sesepuh Pramuka yang sekarang bermukim di Malaysia, kepramukaan di Indonesia bergerak berdasarkan Keputusan Presiden RI No.238 Tahun 1961 Tentang Gerakan Pramuka.

Keputusan Presiden ini menyatakan bahwa, (1) penyelenggaraan pendidikan kepanduan ditugaskan kepada Gerakan Pramuka; (2) pramuka adalah satu-satunya badan yang diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan kepanduan, dengan Anggaran Dasar organisasi telah disediakan Pemerintah; (3) masyarakat dilarang membentuk perkumpulan yang menyerupai pramuka; (4) surat Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada 20 Mei 1961.

Keputusan Presiden ini membuat beberapa gerakan Pramuka seperti Hizbul Wathan yang bernaung di bawah Muhammadiyah harus melebur ke Gerakan Pramuka. Sejak 1961 itu, kepanduan-kepanduan partikelir terpaksa tiarap dan baru muncul kembali ketika Reformasi bergulir pada 1998. Kepanduan pun kembali marak.

DPR periode 2009-2014 kemudian menyikapi kondisi ini dengan membuat RUU memayunginya. Awalnya muncul perdebatan mengenai judul, "Gerakan Pramuka" atau "Kepramukaan." Akhirnya, nama resmi yang dipakai adalah RUU Kepramukaan.

Nama ini menjadi penting karena berimplikasi pada pengakuan atas gerakan kepanduan lain selain Pramuka. "Dengan begini, Hizbul Wathan atau kepanduan lain diakui sebagai Pramuka," kata seorang staf ahli anggota Panja RUU Pramuka kepada VIVAnews. "Namun posisi Kepanduan PKS masih diperdebatkan karena sejak awal dikonsep Pramuka itu tidak boleh partisan," katanya.

Hal krusial lainnya, kepanduan juga tidak harus berbasis di sekolah seperti yang berlaku saat ini. "Nanti komunitas termasuk pasar atau perumahan, bisa membentuk gugus pramuka sendiri," kata staf salah seorang anggota DPR yang sekarang ke Afrika Selatan itu.

Sampai para anggota DPR dari Komisi X itu bertolak ke Afrika Selatan dan dua negara lain, beberapa poin dalam RUU belum selesai dibahas. Poin tersebut antara lain mengenai pendanaan Pramuka.

Soal pendanaan ini penting karena Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri juga melansir masalah ini dalam upacara peringatan Hari Pramuka ke 49 di Cibubur, Sabtu 14 Agustus 2010 lalu. Presiden meminta pejabat terkait memberikan dukungan dan bantuan kepada Gerakan Pramuka. Bantuan itu termasuk pendanaan Gerakan Pramuka di wilayah masing-masing.

"Kepada menteri terkait saya instruksikan terus memberikan perhatian revitalisasi Gerakan Pramuka. Kepada para gubernur, bupati, walikota agar terus memberikan dukungannya," kata Yudhoyono.

Dan pesan terpenting Presiden pada hari itu adalah, perlu ada revitalisasi Gerakan Pramuka. Dia berharap Gerakan Pramuka menjadi motor penggerak di abad 21. Yudhoyono meminta agar Pramuka memperkuat organisasi dan manajemen kepramukaan dengan tepat.

Apakah RUU Kepramukaan bisa menjawab permintaan Presiden?(ywn)
• VIVAnews

Rabu, 18 Mei 2011

Revitalisasi Gerakan Pramuka


Pramuka tak semata mengajarkan ilmu tali-temali dan cara mendirikan kemah. Ilmu sebenarnya adalah bagaimana peserta didik saling bekerja sama, memahami diri dan berbuat baik. Itulah yang terjadi dalam Kemping Rohani SD Asisi Bilingual, Tebet, di Pondok Remaja PGI, Cipayung, Jakarta Selatan, Kamis (14/4) – Minggu (17/4) lalu.

Kegiatan yang bertajuk “Kau Berharga di mataku” ini, diikuti oleh 85 orang murid kelas V dan 7 orang kakak pembina, merupakan perpaduan antara kemping  pramuka dan retret. Kegiatan lapangan dan out bound diadopsi dari pramuka, sedangkan kegiatan dalam tenda pertemuan diisi dengan materi ala retret yang kental dengan nuansa biblisnya.

Selama kegiatan peserta mengenakan pakaian pramuka lengkap dengan dasi merah putih serta berbagai atribut yang melekat di leher dan dadanya. Tidur di tenda dan makan pun seadanya saja. Situasi demikian tidak mengindikasikan acara ini kurang menarik dan bermakna. Di sana-sini terjadi kejutan yang sama sekali para peserta belum memprediksinya. Hal demikian terjadi karena para peserta tidak mengetahui rown down acara, namun mereka diminta aktif untuk mencari informasi dari kakak pembina. Keadaan demikian memang sudah dirancang oleh kakak pembina untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab, kerjasama, membina kemampuan komunikasi diantara peserta.

Rangkaian acara pun disusun dalam bentuk dinamika permainan yang membutuhkan kerjasama dan keberanian, seperti out bound, hiking, api unggun, bangun gedung, masukkan pensil, menuju ke bulan, istana gelas, gegana, jaring laba-laba, perjuangan tiada akhir, Johari Windows. Namun ada juga acara yang mengajak peserta untuk berefleksi, seperti meditasi alam, ibadat kreatif, membalas surat orang tua, nonton film.

          Uniknya, setiap pertemuan selalu diawali dari perikop kitab suci. Pada hari pertama misalnya, Kamis (14/4), setelah upacara dan ibadat pembuka, pembimbing mengajak peserta untuk merenungkan perumpamaan tentang Talenta (Mat 25: 14-30). Dari perikop tersebut, para peserta diajak untuk menjadi pramuka yang berani menerima kekurangan yang dimiliki sehingga tidak rendah diri dan tidak menjadi sembong dengan kelebihan yang dimiliki. Namun dengan kekurangan dan kelebihannya bisa menjadi pramuka yang rendah hati. Perikop inilah yang menjadi sumber inspirasi setiap peserta dalam melewati rangkaian kegiatan selama kemping ini.
 
Belajar dari Alam
Salah satu tujuan dari dari diadakannya Kemping Rohani ini adalah membantu peserta didik menjadi manusia yang berkarakter, yang tidak saja mampu memanfaatkan apa yang tersedia di alam, tetapi juga mencintai dan memelihara lingkungannya. Tujuan tersebut merupakan aplikasi dari program Asisi Go Green yang menjadi salah satu program unggulan SD Asisi Bilingual Tebet. Maka rentetan acara dalam kemping ini juga dikemas untuk menanamkan rasa cinta anak-anak kepada alam, seperti hiking alam, out bound, rekonsiliasi alam, ibadat alam, meditasi alam, api unggun.

Waktu hiking alam, Jumat (15/4), misalnya, mereka berjalan melewati pos-pos di perkampungan Cipayung. Di alam mereka melihat langsung bagaimana sapi merumput, mendengar kicau burung, merasakan sejuknya air, mencium harum bunga, memetik sayur dan buah yang semuanya merupakan pengalaman nyata tidak terlupakan. Sebuah pengalaman yang amat langka dialami oleh peserta yang umumnya berdomisili di Jakarta. “Belajar dan berdinamika di alam terbuka, secara naluriah akan menimbulkan suasana menyenangkan dan jauh dari kebosanan. Sehingga timbul kesadaran bahwa pramuka itu menyenangkan”, tutur Kak Andreas, seorang pendamping.

Rekonsiliasi 

Malam harinya, Jumat (15/4) para peserta menonton film Home. Home adalah sebuah film dokumenter karya pembuat film  terkenal Yann Arthus-Bertrand dan Luc Besson. Film yang berdurasi  90 menit bercerita tentang keindahan planet bumi. Home menampilkan kondisi dan pemandangan lebih dari 50 negara dan Indonesia termasuk diantaranya. Dari film tersebut, peserta menyadari keindahan alam dari Tuhan. Betapa sayang bila dirusak dan betapa picik jika tidak disyukuri. Lantas mereka merefleksikan sikap mereka terhadap alam sekitar. 

Home juga menyadarkan akan efek dari pemanasan global dan perubahan iklim yang sudah sangat terasa sekarang ini. Maka para peserta juga diajak untuk mengubah sikap mereka terhadap alam. Seluruh rangkaian acara malam itu ditutup dengan ibadat rekonsiliasi. Ibadat rekonsiliasi alam adalah ibadat yang bertujuan untuk mendamaikan, menyusun kembali persatuan dan kesatuan dengan diri sendiri dengan alam. 

Sebagian besar anak merasa tersentuh dan meneteskan air mata. Sebagian lagi, merasa menyesal karena tidak peduli dengan lingkungannya selama ini. Timotius, seorang peserta misalnya, menuturkan bahwa ia merasa senang mengikuti acara ini. Di samping sudah lelah dengan tugas-tugas siang harinya, ia bisa mendapat penyegaran dan motivasi pada malam harinya. “Aku memang sombong. Selama ini aku kurang peduli dengan tanam-tanaman. Padahal aku bisa bernafas segar karena tanaman itu. Setelah kemping ini aku ingin menyiram tanam-tanaman di depan kelas setiap pagi”, tulisnya dalam buku refleksinya.

Refleksi

Selain menanamkan rasa cinta pada alam, kemping rohani ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan keberadaan dirinya, keluarga  dan sesama. Maka pada hari ketiga, Sabtu (16/4), acara diisi dengan refleksi. Refleksi diberikan dalam berbagai metode. Anak-anak diajak untuk melihat kelebihan dan kekurangannya melalui Johari Windows Game, merefleksikan sikap mereka terhadap sesama melalui letter of spionase, menanamkan rasa bangga sebagai pelajar dengan film Children of Heaven, dan melihat sikap mereka atas kasih sayang orang tua dengan menyusun  budget hidup. 

Air mata bercucuran manakala peserta mendengarkan surat dari orang tua yang dibacakan oleh kakak pembina dalam salah satu sesi kegiatan. Surat yang berjudul “Untuk Anakku” ini berkisah tentang suka duka orang tua dalam mendidik dan harapannya dalam membesarkan anaknya, mulai dari kecil sampai sekarang ini. Kemudian, pembina mengajak peserta untuk membalas surat orang tua tersebut. Dalam surat balasannya, peserta menuliskan isi hatinya secara bebas kepada orang tuanya. Surat tersebut kemudian dimasukkan ke dalam amplop beserta prangkonya untuk dikirimkan kepada orang tua.

Minggu (17/4), setelah operasi semut di area kemping, para peserta mengikuti misa penutup di tenda utama. Dalam misa penutup, yang dipimpin oleh Pastur Yosep Ekatom Ofm Cap. tersebut, para peserta mempersembahkan surat balasan kepada orang tua dan action plan masing-masing pada saat ritus persembahan berlangsung.

Revitalisasi

Kak Bosco, seorang pembina, mengakui bahwa kegiatan kemping rohani ini merupakan tindak lanjut dari lahirnya UU Nomor 12 tahun 2010 tentang Gerakan Pramuka, mengingat sebelumnya hanya berlandas pada Kepres. Tujuan dari Undang – Undang tersebut adalah “membentuk pramuka yang memiliki kepribadian yang beriman, bertagwa, beraklak mulia, berjiwa patriotik, taat hukum, disiplin dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.”

Tujuan tersebut bisa dicapai bila kegiatan pramuka dikemas dengan menarik dan kreatif. Kak Bosco tidak menyangkal anggapan bahwa pramuka itu jadul atau konvensional. Tapi anggapan itu bukan berarti mematikan langkah dan semangat untuk berbuat sesuatu. “Pramuka itu memang barang lama tetapi bukan berarti jadul, konvensional”, tutur Kak Bosco, “bila dikemas secara kreatif dan menarik”.

Kak Bosco yakin kegiatan pramuka yang kreatif dan menarik adalah sebuah jurus menuju revitalisasi gerakan pramuka yang sedang ramai digagas pemerintah saat ini. Dan ketika ditanya mengapa revitalisasi pramuka perlu dilaksanakan. Ia menjawap, “pramuka adalah sebuah jawaban untuk negeri yang sedang mendambakan insan berkarakter ini”. Itu sebabnya ia dan rekan-rekannya amat setuju jika kegiatan pramuka menjadi ekstrakurikuler wajib di sekolah. (CKB)